Selasa, 07 Januari 2014

Landasan Teori Ruptur Perineum


LANDASAN TEORI

ROBEKAN PERINEUM



1.    Pengertian Ruptur Perineum

Pengertian ruptur sesuai dengan kamus kedokteran adalah robeknya atau koyaknya jaringan (Dorland,1998). Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah dasar panggul. Batas superior yaitu dasar panggul yang terdiri dari musculus levator ani dan musculus coccygeus. Batas lateral tulang dan ligamentum yang membentuk pintu bawah panggul, yaitu depan ke belakang angulus pubicus, ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum sacrotuberosum, dan oscoccyges. Batas inferior yaitu kulit dan vagina (Oxorn, 2003).



2.    Insiden

Sebanyak 85% dari perempuan yang melahirkan pervaginam akan mengalami trauma pada perineum(1) dan 3-12% akan mengenai otot sfingter ani. Robekan pada otot sfingter ani akan menyebabkan gangguan pada otot-otot dasar panggul  di kemudian hari.



3.    Faktor Risiko Perlukaan Jalan Lahir

·         Kepala janin terlalu cepat lahir

  • Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
  • Perineum kaku / banyak jaringan parut
  • Persalinan distosia bahu
  • Partus pervaginam dengan tindakan



4.    Anatomi Perineum

Perineum yang kita kenal sehari-hari adalah badan perineum yaitu daerah diantara vagina dan anus yang terbentuk dari gabungan otot-otot membrana perineal yaitu otot bulbo kavernosus, otot tranversus perinealis  superfisialis dan profundus, disertai otot pubo rektalis yang merupakan bagian dari otot levator ani dan otot sfingter ani eksterna. Daerah ini mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteri pudenda interna dan mendapatkan persarafan sensoris dan motoris dari nervus pudendus.

Pada wanita normal panjang badan perineum ini sekitar 3-5 cm, dan akan berkurang pada kondisi prolaps organ pelvik yang lanjut atau pada keadaan terjadinya robekan perineum pasca persalinan yang tidak dikelola dengan baik.

Pada kondisi terjadinya trauma perineum yang besar yang menyebabkan robeknya atau disrupsi otot-otot yang membentuk perineum terutama levator ani dan sfingter ani maka akan terjadi gangguan defekasi berupa inkontinensia fekal yang derajat beratnya bervariasi. Selain itu dapat pula terjadi gangguan seksual, keputihan dan infeksi saluran kemih yang berulang.



5.    Diagnosis

Pada setiap persalinan terutama persalinan yang berrisiko terjadi robekan perineum yang berat seperti persalinan dengan bantuan alat (ekstraksi vacuum dan  forceps), oksiput posterior, distosia bahu, bayi besar, dan episiotomi mediana,  kita harus waspada akan terjadinya robekan perineum derajat III-IV. Oleh karena itu pasca persalinan harus dinilai benar robekan  perineum yang terjadi. Tindakan colok dubur dan pemaparan yang baik sangat membantu untuk mendiagnosis derajat robekan perineum yang terjadi.



6.    Klasifikasi Derajat Robekan Perineum


> Robekan tingkat I, yang mengenai mukosa vagina dan kulit perineu
> Robekan tingkat II, yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan otot-otot  sfingter ani

> Robekan tingkat III, robekan sudah melibatkan otot sfingter ani, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu:

-  III a        :robekan mengenai < 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

-  III b        :robekan mengenai > 50% ketebalan otot sfingter ani eksterna

-  III c        :robekan sampai mengenai otot sfingter ani interna

> Robekan tingkat IV, robekan sampai ke mukosa anus

Button hole tear : Sfingter intak namun mukosa anus terkena



7.    Perbaikan Robekan Tingkat I dan II

Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri, tidak perlu di jahit.
-Kaji ulang prinsip dasar keperawatan

-Berikan dukungan emosional

-Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain atau obat-obatan sejenis

-Periksa vagina, perineum dan serviks
-Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakan robekan itu tingkat II atau IV dengan cara masukkan jari yang bersarung tangan ke anus, identifikasi sfingter, rasakan tonus dari sfingter.

-Ganti sarung tangan

-Jika sfingter kena, lihat reparasi robekan tingkat III atau IV

-Jika sfingter utuh, teruskan reparasi

- Antisepsis di daerah robekan

-Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi dan dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk dan keluar

-Aspirasikan, kemudian suntikkan sekitar 10ml lignokain 0,5% dibawah mukosa vagina, dibawah kulit perineum, dan pada otot-otot perineum. Catatan: aspirasi untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk ke pembuluh darah. Jika ada darah saat aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat pembuluh darah (intravena).

-Tunggu 2 menit agar anastesi efektif


>>Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0 mulai dari sekitar 1 cm diatas puncak luka di dalam vagina sampai batas vagina.

>> Jahitan otot perineum dilanjutkan pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0

-Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya

-Penting sekali untuk menjahit otot ke otot, agar tidak ada rongga diantaranya.

-Jahitan kulit, cari lapisan subkutikuler persis dibawah lapisan kulit

-Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali kearah batas vagina. Akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.



8.    Perbaikan Robekan Tingkat III dan IV

Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik pasien dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal.

- Kaji ulang prinsip dasar keperawatan

- Lakukan blok pudendal atau ketamin

-Minta asisten menahan fundus dan melakukan masase uterus

-Periksa vagina, perineum, serviks, dan rektum

-Cek apakah sfingter ani robek

-Ganti sarung tangan
-Asepsis/antisepsis pada daerah robekan

-Pastikan tidak ada alergi lignokain- Lakukan anastesi area penjahitan dengan lignokain

-Tunggu 2 menit agar anastesi efektif

-Tautkan mukosa rektumdengan benag kromik 3-0 atau 4-0 secara interuptus dengan 0,5 cm antara jahitan

-Jahitlah otot-otot dengan rapi lapis demi lapis dengan jahitan satu-satu

-Jahitan sfingter ani dengan jepit otot sfingter dengan klem allis atau pinset

-Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8 secara interuptus- Larutan antiseptik pada daerah robekan

-Reparasi mukosa vagina, otot perineum, dan kulit.



9.    Perawatan Pascatindakan

ü Apabila terjadi robekan tingkat IV, berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal yaitu amfisillin 500 mg peroral dan metronidazol 500 mg peroral.

ü Observasi tanda-tanda infeksi

ü Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema selama 2 minggu

ü Berikan pelembut feces selama seminggu peroral.



10.    Penanganan Kasus Terlantar

Pada kasus terlantar (robekan lebih dari 12 jam) kemungkinan infeksi sulit dihindari.

ü Pada robekan perineum tingkat I dan II, robekan dibiarkan terbuka

    

ü Pada robekan perineum tingkat III dan IV, lakukan jahitan situasi dengan 2-3 jahitan. Penjahitan otot, mukosa vagina, dan kulit perineum dilakukan sekitar 6 hari kemudian.



11.    Penanganan Komplikasi

ü Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahn sudah berhenti, lakukan penjahitan.

ü Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka dengan cara luka infeksi ringan tidak perlu antibiotika, jika infeksi berat tetapi tidak sampai pada jaringan dalam maka diberikan amfisillin 4 x 500mg peroral selama 5 hari dan metronidazol 3 x 400mg peroral selama 5 hari.

ü Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, berikan antibiotika secara kombinasi sampai nekrosis sudah dikeluarkan dan pasien sudah bebas demam selama 48 jam: penicillin G 2 juta unit setiap 6 jam IV, ditambah gentamisin 5 mg/KgBB setiap 24 jam IV, ditambah metronidazol 500 mg setiap 8 jam IV. Sesudah pasien bebas demam 48 jam berikan ampisilin 4 x 500mg peroral selama 5 hari ditambah metronidazol 3 x 400mg peroral selama 5 hari.

ü Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah rekontruksi 3 bulan atau lebih pascapersalinan.






DAFTAR PUSTAKA



-. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

http://pogijaya.or.id/blog/2013/02/21/penatalaksanaan-ruptur-perineum-derajat-3-4/ oleh dr Ekarini Aryasatiani, SpOg. Diakses tanggal 7 November 2013 pukul 00.14 WIB

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar