LANDASAN TEORI
ROBEKAN PERINEUM
1.
Pengertian Ruptur Perineum
Pengertian ruptur
sesuai dengan kamus kedokteran adalah robeknya atau koyaknya jaringan
(Dorland,1998). Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang
terletak di bawah dasar panggul. Batas superior yaitu dasar panggul yang
terdiri dari musculus levator ani dan musculus coccygeus. Batas lateral tulang
dan ligamentum yang membentuk pintu bawah panggul, yaitu depan ke belakang
angulus pubicus, ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum
sacrotuberosum, dan oscoccyges. Batas inferior yaitu kulit dan vagina (Oxorn,
2003).
2.
Insiden
Sebanyak 85% dari perempuan yang melahirkan
pervaginam akan mengalami trauma pada perineum(1) dan 3-12% akan mengenai otot
sfingter ani. Robekan pada otot sfingter ani akan menyebabkan gangguan pada
otot-otot dasar panggul di kemudian hari.
3.
Faktor Risiko Perlukaan Jalan Lahir
·
Kepala janin terlalu cepat lahir
- Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
- Perineum kaku / banyak jaringan parut
- Persalinan distosia bahu
- Partus pervaginam dengan tindakan
4.
Anatomi Perineum
Perineum yang
kita kenal sehari-hari adalah badan perineum yaitu daerah diantara vagina dan
anus yang terbentuk dari gabungan otot-otot membrana perineal yaitu otot bulbo
kavernosus, otot tranversus perinealis superfisialis dan profundus,
disertai otot pubo rektalis yang merupakan bagian dari otot levator ani dan
otot sfingter ani eksterna. Daerah ini mendapat suplai darah dari cabang-cabang
arteri pudenda interna dan mendapatkan persarafan sensoris dan motoris dari
nervus pudendus.
Pada wanita
normal panjang badan perineum ini sekitar 3-5 cm, dan akan berkurang pada
kondisi prolaps organ pelvik yang lanjut atau pada keadaan terjadinya robekan
perineum pasca persalinan yang tidak dikelola dengan baik.
Pada kondisi
terjadinya trauma perineum yang besar yang menyebabkan robeknya atau disrupsi
otot-otot yang membentuk perineum terutama levator ani dan sfingter ani maka
akan terjadi gangguan defekasi berupa inkontinensia fekal yang derajat beratnya
bervariasi. Selain itu dapat pula terjadi gangguan seksual, keputihan dan
infeksi saluran kemih yang berulang.
5.
Diagnosis
Pada setiap
persalinan terutama persalinan yang berrisiko terjadi robekan perineum yang
berat seperti persalinan dengan bantuan alat (ekstraksi vacuum dan
forceps), oksiput posterior, distosia bahu, bayi besar, dan episiotomi
mediana, kita harus waspada akan terjadinya robekan perineum derajat
III-IV. Oleh karena itu pasca persalinan harus dinilai benar robekan perineum
yang terjadi. Tindakan colok dubur dan pemaparan yang baik sangat membantu
untuk mendiagnosis derajat robekan perineum yang terjadi.
6.
Klasifikasi Derajat Robekan Perineum
> Robekan tingkat I, yang mengenai mukosa vagina
dan kulit perineu
> Robekan tingkat II, yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan otot-otot sfingter ani
> Robekan tingkat II, yang lebih dalam mencapai otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan otot-otot sfingter ani
> Robekan tingkat III, robekan sudah melibatkan
otot sfingter ani, dibagi menjadi 3 sub grup, yaitu:
- III
a :robekan mengenai < 50% ketebalan
otot sfingter ani eksterna
- III
b :robekan mengenai > 50%
ketebalan otot sfingter ani eksterna
- III
c :robekan sampai mengenai otot
sfingter ani interna
> Robekan tingkat IV, robekan sampai ke mukosa
anus
Button hole tear : Sfingter intak namun
mukosa anus terkena
7.
Perbaikan Robekan Tingkat I dan II
Umumnya robekan tingkat I dapat
sembuh sendiri, tidak perlu di jahit.
-Kaji ulang prinsip dasar keperawatan
-Kaji ulang prinsip dasar keperawatan
-Berikan dukungan emosional
-Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain
atau obat-obatan sejenis
-Periksa vagina, perineum dan serviks
-Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakan robekan itu tingkat II atau IV dengan cara masukkan jari yang bersarung tangan ke anus, identifikasi sfingter, rasakan tonus dari sfingter.
-Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakan robekan itu tingkat II atau IV dengan cara masukkan jari yang bersarung tangan ke anus, identifikasi sfingter, rasakan tonus dari sfingter.
-Ganti sarung tangan
-Jika sfingter kena, lihat reparasi robekan
tingkat III atau IV
-Jika sfingter utuh, teruskan reparasi
- Antisepsis di daerah robekan
-Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi
dan dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan
masuk dan keluar
-Aspirasikan, kemudian suntikkan sekitar 10ml
lignokain 0,5% dibawah mukosa vagina, dibawah kulit perineum, dan pada
otot-otot perineum. Catatan: aspirasi untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak
masuk ke pembuluh darah. Jika ada darah saat aspirasi, pindahkan jarum ke
tempat lain. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat
pembuluh darah (intravena).
-Tunggu 2 menit agar anastesi efektif
>>Jahit
mukosa vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0 mulai dari sekitar 1
cm diatas puncak luka di dalam vagina sampai batas vagina.
>> Jahitan
otot perineum dilanjutkan pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada
perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0
-Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak
ototnya
-Penting sekali untuk menjahit otot ke otot, agar
tidak ada rongga diantaranya.
-Jahitan
kulit, cari lapisan subkutikuler persis dibawah lapisan kulit
-Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali
kearah batas vagina. Akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
8.
Perbaikan Robekan Tingkat III dan IV
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik
pasien dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak
diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal.
- Kaji ulang prinsip dasar keperawatan
- Lakukan blok pudendal atau ketamin
-Minta asisten menahan fundus dan melakukan
masase uterus
-Periksa vagina, perineum, serviks, dan rektum
-Cek apakah sfingter ani robek
-Ganti sarung tangan
-Asepsis/antisepsis pada daerah robekan
-Asepsis/antisepsis pada daerah robekan
-Pastikan tidak ada alergi lignokain- Lakukan anastesi area penjahitan dengan
lignokain
-Tunggu 2 menit agar anastesi efektif
-Tautkan mukosa rektumdengan benag kromik 3-0
atau 4-0 secara interuptus dengan 0,5 cm antara jahitan
-Jahitlah otot-otot dengan rapi lapis demi lapis
dengan jahitan satu-satu
-Jahitan
sfingter ani dengan jepit otot sfingter dengan klem allis atau pinset
-Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3
jahitan benang kromik 2-0 angka 8 secara interuptus- Larutan antiseptik pada daerah robekan
-Reparasi mukosa vagina, otot perineum, dan
kulit.
9.
Perawatan Pascatindakan
ü
Apabila terjadi robekan tingkat IV, berikan
antibiotika profilaksis dosis tunggal yaitu amfisillin 500 mg peroral dan
metronidazol 500 mg peroral.
ü
Observasi tanda-tanda infeksi
ü
Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema
selama 2 minggu
ü
Berikan pelembut feces selama seminggu peroral.
10.
Penanganan Kasus Terlantar
Pada kasus terlantar (robekan lebih
dari 12 jam) kemungkinan infeksi sulit dihindari.
ü
Pada robekan perineum tingkat I dan II, robekan
dibiarkan terbuka
ü
Pada robekan perineum tingkat III dan IV,
lakukan jahitan situasi dengan 2-3 jahitan. Penjahitan otot, mukosa vagina, dan
kulit perineum dilakukan sekitar 6 hari kemudian.
11.
Penanganan Komplikasi
ü
Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika
tidak ada tanda infeksi dan perdarahn sudah berhenti, lakukan penjahitan.
ü
Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka
dengan cara luka infeksi ringan tidak perlu antibiotika, jika infeksi berat
tetapi tidak sampai pada jaringan dalam maka diberikan amfisillin 4 x 500mg
peroral selama 5 hari dan metronidazol 3 x 400mg peroral selama 5 hari.
ü
Jika infeksi mencapai otot dan terdapat
nekrosis, berikan antibiotika secara kombinasi sampai nekrosis sudah
dikeluarkan dan pasien sudah bebas demam selama 48 jam: penicillin G 2 juta
unit setiap 6 jam IV, ditambah gentamisin 5 mg/KgBB setiap 24 jam IV, ditambah
metronidazol 500 mg setiap 8 jam IV. Sesudah pasien bebas demam 48 jam berikan
ampisilin 4 x 500mg peroral selama 5 hari ditambah metronidazol 3 x 400mg
peroral selama 5 hari.
ü
Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah
rekontruksi 3 bulan atau lebih pascapersalinan.
DAFTAR
PUSTAKA
-. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
http://pogijaya.or.id/blog/2013/02/21/penatalaksanaan-ruptur-perineum-derajat-3-4/
oleh dr Ekarini Aryasatiani, SpOg. Diakses tanggal 7 November 2013 pukul 00.14
WIB
Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar